Tag: Friendship

  • [THOUGHTS] The Kind of Friendship We All Need

    [THOUGHTS] The Kind of Friendship We All Need

    Friends | DarlaOct.com
    It seems like we have come to an agreement over the premise that as we grow old, we tend to have smaller group of friends. It’s true—well, at least for me. The difference between the friendship I had in high school and uni and the one I have right now is about 15:4. That is a huge difference.

    It’s inevitable, though. As a freelancer, I don’t have work friends. My neighbourhood only consists of two families (the rest of the houses on our block are vacant): one family is a mother with a second grader daughter and the other one is rarely home. I have small exchanges with them quite often, but that is it. Just small talks for hospitality. I used to have quite a big girl gang in high school, but we only talk irregularly in a group chat nowadays. And then I’ve found out that we’ve grown to become people with different views and interests. I’m no longer comfortable around them. My uni friends are all busy: one is a working mother, one is teaching in another city, and one is working remotely for an overseas company.

    And me? I’m huge and clumsy due to my pregnancy.

    And friendship should be maintained. Like any other kind of relationships, friendship needs efforts from all parties involved.

    Therefore, whenever I have a chance to see them, I’ll go. Even if it’s only for a sushi dinner, or a movie, or just a quick visit to see their cats.

    I’m lucky to still have friends who can be seen in an instant. Just a text “Infinity War this Wednesday?” and “Let’s go!” and then off we go.

    I believe that’s the kind of friendship we all need.

    Dara | Bloglovin’ | Instagram | Twitter | Facebook

  • Cut it loose.

    During the lowest part of my quarter-life crisis, around November 2016, I had an epiphany that I needed to start burning bridges. Which bridges? you might ask. Well, the bridges between me & several people.

    2016 taught me that I’m responsible with my own happiness. Nobody else has the duty to make me happy; it’s only me. So I made a list of things that made me unhappy & surprisingly, certain names appeared on my list.

    Then I realised that it was finally time to burn bridges. And I guess that’s perfectly okay. It’s okay to severe the tie with the people who no longer contribute to your growth. If those people can think that they’re allowed to bring you down, well you’re allowed to free yourself from them. It may not be easy, but it’s necessary.

    2017 will be the year of meaningful & positive relationships.

  • [THOUGHTS] 19 things I’m thankful for

    1. A colourful life
    2. An intact family
    3. A bunch of wonderful unbiological siblings
    4. A loving boyfriend
    5. Confidence
    6. Faith
    7. A chance of being a well-educated person
    8. Literacy
    9. Health
    10. Internet
    11. Sony Ericsson
    12. HP Mini Note
    13. White Honda Beat
    14. A good taste of music
    15. A good taste of books
    16. An intuition
    17. Creativity
    18. These past 19 years
    19. All other things I can’t mention here
  • [LIFE] Tentang BCL dan Coretan yang Acak-acakan

    Ada sebuah buku harian. Kertasnya coklat. Di sampul dan juga di tiap lembar isinya ada gambar anak cewek yang rambutnya diikat dua, tersenyum lebar, dan melambai-lambaikan tangannya. Beberapa lembar isinya sudah lepas dari jilidnya, saking seringnya buku itu dibuka, ditulisi, ditutup, dibuka lagi, dibaca, dan ditutup lagi. Baunya khas sekali, membuat kami kangen setengah mati kalau buku itu disimpan terlalu lama oleh salah seorang di antara kami.

    Tadinya buku itu membusuk saja dalam lemariku, sampai akhirnya aku memutuskan untuk mengeluarkannya dari situ dan menjadikannya sedikit lebih berguna. Aku menunjukkan buku itu pada teman-teman, yang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Kami menyebut buku itu BCL–Buku Curhat Ladies. Nama konyol itu nongol begitu saja di kepala Mijra ketika kami sedang menulis halaman pertama yang berisi peringatan “maaf… tapi isi buku ini sama sekali bukan urusan kamu. jadi, sebaiknya kamu tutup & simpen lagi buku ini ke tempatnya semula. okeh, mamen? trims… tertanda, yang punya.” Tadinya tulisan itu cuma segitu, tapi Sum menambahkan “BCL” setelah “yang punya” atas ide Mijra.

    Jadi begitulah awal si buku aneh itu. Buku yang namanya mirip nama artis seksi.

    Dan, eh, siapakah kami? (Harusnya tadi aku memperkenalkan kami dulu ya?) Kami adalah sekelompok cewek SMA yang biasa-biasa saja, bukan dari kalangan cewek populer yang hobi gonta-ganti pacar. Malah, kami adalah cewek-cewek menyedihkan yang selama 3 tahun di SMA tidak pernah sekalipun jadian dengan teman satu sekolah. Sebagian besar dari kami adalah cewek-cewek patah hati, korban cinta bertepuk sebelah tangan. Tapi, (bukannya sombong, ya?) kami ini cukup pintar. Beberapa orang di antara kami masuk 5 besar di kelas masing-masing. Tapi sepertinya otak encer tetap kalah kalau dibandingkan dengan wajah mulus, jadi ya nasib kami tetap saja begitu sampai kami lulus.

    Itulah isi BCL: nasib kami. Curahan hati. Kesedihan, air mata, kemarahan, kedengkian. Tapi ada juga yang tentang semangat, lelucon, skor sepak bola dan hasil akhir balap motor. Ditulis di lembar-lembar kertas berwarna coklat dengan tinta berwarna-warni. Kami mencurahkan apa-apa yang ada dalam hati kami. Kalau dipikir-pikir lagi sekarang, lucu juga, ya? Waktu itu kami sudah kelas 3. Ujian sudah dekat, tapi kami masih menulis tentang cinta bertepuk sebelah tangan di BCL. Seolah-olah ujian tidak terlalu penting jika dibandingkan dengan apa yang diceritakan Yoga padaku tentang ceweknya yang berambut panjang itu, atau bahwa Liverpool menang 4-1 melawan Manchester United.

    Ini beberapa contoh tulisan kami:
    Mijra: Attention .. ! mamen, kasi aq gawe lah. tapi digaji. duit jjan 1minggu aq ilang. 1/2 nya siy. tp ttep ue sengsara. heu.. -Gerrard-
    Aku: ada gawe dr PU, bersihin Cikapundung sama ngeringin air Citarum. LOL!
    Aku lagi: BEWARA: Scolari dipecat!! tapi katanya Chelsea mau ngebajak Gianfranco Zola dari West Ham

    Begitulah buku itu beredar dari hari ke hari, tangan ke tangan. Pernah hampir dibaca oleh Yoga, tapi terselamatkan oleh kuasa Tuhan. Pernah juga tertinggal semalaman di kolong meja di kelas. Pernah diperam Rita berminggu-minggu di kamarnya, sampai kami khawatir BCL akan jamuran, kekhawatiran yang akhirnya tidak terbukti.

    Kami menghiasi BCL dengan kisah kehidupan di tahun terakhir kami sebagai siswi SMA. Sebaliknya, BCL juga menghiasi kisah kehidupan kami itu. Kenangan di dalamnya sangat kuat, seolah-olah kenangan itu bisa berubah menjadi sesosok manusia, seperti yang terjadi pada buku harian Tom Riddle dalam kisah Harry Potter. Tapi, kalaupun kenangan kami bisa menjadi seperti itu, aku yakin kenangan kami akan menjadi sosok cewek yang cantik. Nampak begitu cantik karena ketulusan dan kejujurannya.

    Kami berhenti menulisi BCL selewat ujian, mungkin karena kami semakin jarang bertemu, atau mungkin karena tak ada yang bisa diceritakan. Hidup kami adanya di sekolah, jadi kalau tidak ke sekolah, kami tidak ‘hidup’. Memang apa sih yang bisa dilakukan di rumah? Tidur? Makan? Mandi? Masakan kami mau menulis “Hari ini aku makan pake ayam goreng” atau “Hari ini aku mandi cuma sekali, jam 5 sore”?

    Akhirnya kami berhenti menulisinya sama sekali. BCL kembali lagi ke dalam lemari kamarku yang lembab, tempatnya dulu sebelum mendapat tempat di hati kami. Aku beruntung. Tiap kali aku bosan atau butuh hiburan, aku tinggal membuka lemariku dan mengeluarkannya saja. Biasanya aku akan tertawa-tawa membaca tulisan-tulisan Mijra yang bahasanya konyol, tulisan Martin yang acak-acakan dan hampir tak terbaca, tulisan Jabet yang bulat-bulat seperti penulisnya. Seolah-olah mereka ada di situ, di kamarku yang kecil, ikut tertawa membaca BCL bersamaku.

    Tulisan terakhir di BCL adalah tulisan Mijra, yang dengan penuh semangat menulis skor Liga Champions:
    Barcelona 2 – 0 Manchester United

    Sekarang semuanya sudah berubah. Tapi BCL tidak. Begitu pula kami.
    🙂