Beberapa minggu yang lalu, Kinas tiba-tiba bilang “Bu, aku tidak mau rambut keriting. Aku mau rambut lurus aja. Keriting itu jelek.”
Aku heran, kok dia bisa tiba-tiba bilang begitu? Selama ini aku selalu memuji rambut ikalnya (rambutnya sebenarnya tidak masuk ke kategori keriting) dan tidak pernah membandingkannya dengan rambut lurus. Jadi, aku tanya “Kok gitu? Kata siapa keriting itu jelek?”
“Kata temenku,” jawabnya sambil menyebut nama salah seorang teman akrabnya, yang rambutnya memang lurus.
Wah, gawat juga nih, masih kecil sekali tapi sudah kena peer pressure 😅
Di saat yang bersamaan, Kinas sedang suka sekali dengan serial My Little Pony yang terbaru. Salah satu karakternya, Izzy Moonbow, adalah seekor unicorn dengan rambut ikal berwarna biru. Jadi aku bisa menunjukkan pada Kinas kalau rambut ikal itu cantik lho. “Seperti Izzy. Cantik kan?” aku bilang.
Mata Kinas langsung berbinar.
Itulah, bunda-bundi, mengapa representasi keberagaman sangatlah penting dalam konten-konten konsumsi anak-anak. Anak-anak butuh sosok yang mirip mereka agar mereka tahu bahwa tidak apa-apa lho berbeda dari yang lain. Aku mungkin banyak tidak setujunya dengan “Disney’s woke agenda”, tapi kalau untuk urusan representasi keragaman, I’m all for it.
Ketika diumumkan bahwa tokoh utama film live action The Little Mermaid akan dibawakan oleh aktris kulit hitam, banyak sekali orang yang protes, termasuk orang Indonesia. Padahal menurutku, pemilihan aktris kulit hitam ini adalah sesuatu yang bagus. Walaupun memang idealnya adalah menciptakan karakter baru yang berkulit hitam (halo, Tiana dari The Princess and the Frog), tapi dengan membuat karakter yang sudah ada dan sudah disukai banyak orang menjadi berkulit hitam, Disney memberikan ‘wakil’ dan ‘simbol’ bagi jutaan anak kulit hitam di dunia. Kalau kamu tidak setuju dengan hal ini, ya karena memang bukan kamu targetnya.
Lagian, ini cerita fiksi tentang putri duyung lho. Fiksi mah bebas atuh 🤣
Bonus foto Kinas dan kue ulang tahunnya yang berbentuk Izzy: