Waktu kuliah dulu, aku selalu suka jika ada tugas menulis essay. Biasanya menulis essay ini adalah tugas mata kuliah sastra (aku jurusan pendidikan bahasa, tapi tetap ada mata kuliah sastra). Seringnya aku diminta untuk menuliskan essay tentang pandangan dan/atau interpretasiku terhadap sebuah puisi/cerpen/naskah drama.
Tugas menulis essay ini membebaskan mahasiswa dalam menuangkan pendapat dan gagasannya. Dosen tidak menilai argumen-argumen tersebut salah atau benar; yang dinilai adalah bagaimana argumen-argumen tersebut disusun dan disampaikan, serta bagaimana sang penulis mendukung argumennya dengan bukti yang ada pada naskah sumber. Menulis essay ini buatku liberating. Membuat pendapatku didengar tanpa diadili habis-habisan.
Aku rindu menulis essay seperti itu; essay di mana pendapatku bisa dengan bebasnya aku utarakan tanpa berujung pada adu argumen dan ngotot-ngototan. Aku bisa saja menulis essay di blog ini, atau di platform lain di jagat maya. Tapi aku malas adu argumen, sedangkan budaya jagat maya sepertinya memang tidak mengenal istilah agree to disagree, alias sepakat untuk tidak mencapai kata mufakat.
Aku ingin menyampaikan pendapatku. Aku mau mendengar pendapatmu. Tapi jika pendapat kita berbeda, kita tidak perlu saling ngotot pendapat siapa yang menang dan harus diikuti oleh pihak yang pendapatnya kalah. Jalan pikir kita beda, tidak usah seragam ya tidak apa-apa kan?