Aku kenal praktik pembajakan sejak remaja. Bukan sebagai pelaku sih, tapi lebih sebagai penikmat. Dulu dapat lagu-lagu berformat MP3 untuk dimasukkan ke handphone dari mana sih? Tentu saja dari hasil download gratisan (halo mas-mas yang fotonya selalu ada di MP3 hasil download dari Stafaband ??♀️) dan/atau copas dari folder Music di komputer warnet. (Wah ketahuan nih angkatan tahun berapa, hehehehe…)
Waktu SMA aku langganan beberapa majalah remaja seperti Gadis, Girlfriend, dan Gogirl. Majalah-majalah tersebut sering mengulas tentang serial-serial TV dari Amerika. Lama-lama aku jadi penasaran dong. Dulu sempat ada beberapa serial yang ditayangkan di stasiun TV lokal, misalnya Heroes, Supernatural, dan Gossip Girl. Tapi sayangnya yang ditayangkan hanya season awal saja. Untuk lanjut nonton, lagi-lagi aku mengandalkan konten bajakan berupa kepingan DVD yang dijual bebas di kawasan Kota Kembang (daerah sekitar Alun-Alun Bandung).
Ketika kuliah dan mulai mengenal wifi gratisan, kegiatan bajak-membajak semakin lancar. Dulu aku sering nangkring di lorong kampus sampai menjelang Magrib demi bisa download House berbekal Indowebster, wifi kampus, dan Internet Download Manager. Waktu menjelang Magrib adalah waktu favoritku untuk membajak karena kampus sudah sepi sehingga wifi-nya kencang.
Menjelang tingkat akhir, aku mulai mengenal torrent. Bisa dibayangkan betapa bahagianya aku bisa menemukan berbagai macam hal secara gratis; dari mulai film, serial TV, sampai e-book dan game segala. Rasanya seperti di surga.
Tapi semakin dewasa, aku semakin sadar kalau membajak itu selain melanggar hukum dunia, juga melanggar hukum akhirat alias dosa. Mungkin bisa disamakan dengan mencuri ya, karena kita mengambil sesuatu yang sebenarnya harus bayar. Sudah berapa giga dosa yang aku download? Ckckck…
Maka kemudian aku mulai mengurangi partisipasiku dalam hal pembajakan ini. Untuk bisa menonton serial, aku mulai langganan TV berbayar. Untuk mendengar musik, aku mulai langganan Spotify. Handphone ganti ke Iphone supaya nggak bisa instal aplikasi bajakan sembarangan (hmm nggak gitu juga sih haha ?) Ketika Netflix sudah masuk Indonesia, aku mulai langganan juga demi bisa menikmati konten berlabel Netflix Originals seperti serial Daredevil dan Jessica Jones.
Baca juga: Rekomendasi Tontonan di Netflix: The Society
Tapi lho kok makin ke sini layanan streaming seperti ini malah makin banyak dan dengan konten eksklusifnya masing-masing? Pusing juga jadinya. The Handmaid’s Tale cuma ada di Hulu, Good Omens cuma ada di Amazon Prime; belum lagi serial Marvel di Netflix yang semuanya di-cancel karena katanya Disney mau buat streaming service-nya sendiri. Terus aku kudu langganan semuanya, gitu?
Ujung-ujungnya apa? Tentu saja kembali ke torrent.
Kenapa susah sekali mau jadi orang baik?
(Gambar dari Unsplash)