Kemarin gue memutuskan untuk make kaos warna krem entah-milik-siapa yang secara ajaib ada di lemari gue sejak berbulan-bulan yang lalu. Kaos itu bahannya agak tipis dan see through; itulah kenapa selama ini gue males nyobainnya. Tapi kemarin gue mau main Pump sama A, dan kaos ini + manset + rok nampak seperti kombinasi yang pas.
As soon as I dressed up, my phone rang.
“Halo, dengan Ibu Putri Dara yang berlangganan Indovision? Saya Rahma, Bu. Mau menawarkan program baru…”
Pembicaraan itu berlangsung super singkat karna gue emang gak minat ikutan program apa-apa. (Gue udah cukup bahagia bisa nonton CSI di Fox Crime dan New Girl di AXN.) Tapi pembicaraan singkat itu menimbulkan kesan di otak gue: Gue harus membiasakan diri dipanggil “ibu”. Gue gak akan selamanya jadi cewek muda seksi bergairah kan?
Gue berangkat dan ketemu A. Sebelum main Pump, dia minta anter beli sepatu dulu. Kami keliling sebuah department store di Ciwalk, milih-milih sepatu untuk A. Dia nemu satu model sepatu yang dia suka. Dan ketika kami lagi nunggu pegawai dept store itu nyari sepatu dengan ukuran yang pas, A ngeliatin gue dan bilang:
“Kamu udah cocok jadi ibu-ibu.”
“What?”
“Maaf ya?”
“Maaf kenapa?”
“Maaf aku belum ngelamar kamu.”
Perhaps I should really start referring myself as “Bu Putri Dara”.